Arisun Sutan Alamsyah

2 02 2008

Sekilas Tentang Tokoh Peristiwa Situjuah 15 Januari 1949  Arisun Sutan Alamsyah, Sosok Sejati

Peristiwa Situjuah Batua 15 Januari 1949 adalah mata rantai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumbar, yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah Indonesia. Dalam peristiwa ini puluhan pejuang dan rakyat badarai tewas di tangan Belanda, sehingga menjadi tragedi buruk sepanjang PDRI berdiri. Untuk mengenang para pejuang dan tokoh penting Peristiwa Situjuah, wartawan Padang Ekspres Fajar Rillah Vesky yang sedang menggarap buku tentang Peristiwa Situjuah, menuliskan sekilas sosok mereka buat anda. Selamat membaca!
Air cucuran atap jatuhnya ke genangan juga. Pepatah itu cocok betul untuk mengambarkan sosok Arisun Sutan Alamsyah, mantan Bupati militer Kabupaten Limapuluh Kota, yang dipanggil sang pencipta ketika tragedi berdarah 15 Januari 1949 meletus di Lurah Kincia, Situjuah Batua (sekarang masuk dalam Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar). Mengapa tidak? Jauh sebelum menjadi Bupati dan pemimpin rakyat, Arisun telah tumbuh di lingkungan orang-orang besar pun terpandang. Ayahnya adalah Tamin Datuk Bandaro Sati, mantan Kepala Negeri Banuhampu Agam. Pamannya Mr Assa’at, Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sekaligus mantan Pj Presiden Republik Indonesia . Menurut (Alm) HC Israr, seorang penulis sejarah di Sumbar, Arisun Sutan Alamsyah lahir tahun 1915 di Nagari Kubang Putiah, Kabupaten Agam dari ibu bernama Harikam. Dalam keluarganya yang bersuku Piliang, Arisun merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Layaknya banyak pemimpin di negeri ini, Arisun Sutan Alamsyah juga sempat mengecap berbagai jenjang pendidikan. Dia pernah bersekolah di-Hollands Inlands School (HIS), dan Mee Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Bukittingi. Setamat dari Mulo, dia melanjutkan pendidikan ke Algeene Middelbare Scholl (AMS) di Jakarta. Setamat dari AMS, Arisun mendapat tawaran bekerja dari Belanda. Tapi dia bukanlah orang yang haus akan jabatan, karena jauh di balik sanubarinya, terpatri rasa tidak ingin menjadi robot-robot penjajah Belanda! Makanya, Arisun Sutan Alamsyah langsung bertekad untuk terus dan terus menggali ilmu pengetahuan, dengan berencana melanjutkan pendidikan ke Filipina. Namun tragis, sebelum kapal cita-citanya sampai di pulau harapan, Arisun Sutan Alamsyah yang sedang minta izin pulang kampung, mengalami cedera hebat di kaki, karena bermain bola melawan klub REMZ Sawahlunto. 
Sejak mengalami cedera panjang, dia terpaksa membatalkan niat untuk berangkat ke negeri Corazon Aquiono (Filipina), dan memilih jalan hidup baru sebagai seorang guru. Pertama-tama, dia mengajar di Perguruan Jirek Bukittingi. Kemudian pindah ke perguruan Training College Payakumbuh. Selain menjadi guru, Arisun Sutan Alamsyah juga aktif kembali dalam perjuangan bangsa. Buktinya, bersama Dokter Anas (orang Indonesia yang agak bergaya Belanda) serta Sudiro, dia membentuk Badan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan atau Geneskunding Transport Colone (GTC) atau sebuah organisasi yang tugasnya mirip dengan Palang Merah Indonesia (PMI).  Kemudian, pada zaman pemerintahan Jepang, Arisun aktif pula dalam Hokokai (Badan Kebaktian Rakyat) Kabupaten 50 Kota yang dipimpin Haji Darwis Datuk Tumanggung. Lalu, saat di Payakumbuh muncul Gyu Gun, Arisun St Alamsyah juga turut aktif dalam Gyu Gun ‘Ko En Bu’ Kabupaten 50 Kota .
Menikah dan Jadi Bupati
Pada tahun 1946, Arisun mengakhiri masa lajangnya dengan menyunting gadis manis dari Ladang Laweh Banuhampu Agam, bernama Ros Sa’adah. Kelak, dia dan Ros Sa’adah dikarunai Tuhan seorang putri yang bernama Yulida. Sayang, putri semata wayang itu umurnya tidak panjang, menyusul dengan terjadinya kecelakaan pada pesawat Merpati yang ditumpangi Yulida di sekitar Pulau Katang pada tahun 1969. Masih pada tahun 1946, Arisun  mendapat amanah sebagai Wedana pertama di Kewedanaan Suliki, dalam masa kemerdekaan. Wedana Kecamatan Suliki membawahi dua kecamatan, yaitu kecamatan Suliki dengan camatnya DP. Sati, dan Kecamatan Guguk dengan Camatnya Saadudin Syarbani. Setelah terjadi Agresi Belanda, disusul dengan terbentuknya PDRI dan Pemerintahan Militer di Sumbar pada tahun 1948. Arisun Sutan Alamsyah akhirnya diangkat menjadi Bupati Militer Kabupaten 50 Kota. Bersamanya, diangkat pula Anwar ZA menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten 50 Kota. 
Tapi menjadi Bupati semasa Agresi Belanda ini tentulah tidak menyenangkan. Bila para Bupati hari ini masih bisa memikirkan rakyat sambil duduk di ruangan atau mobil yang memiliki air conditioner (AC). Arisun Sutan Alamsyah, justru memimpin di tengah desingan peluru dan bom musuh. Bahkan, pada tanggal 10 Januari 1949, ketika Belanda melancarkan operasi ke Suliki dan Koto Tinggi. Akibatnya, Arisun Sutan Alamsyah terpaksa mengajak pejuang dan masyarakat, untuk mengosongkan kawasan Suliki lalu kembali bergerilya. Bukan hanya itu, istri dan anaknya terpaksa pula diungsikan ke rumah Anwar ZA di Koto Kociak, Padang Jopang. Masih akibat serangan pada tanggal 10 Januari tersebut, Gubernur Militer Mr Sutan Muhammad Rasyid, langsung membuat agenda rapat di Situjuh Batua. Sebelum berangkat ke Situjuah Batua, Arisun Sutan Alamsyah bersama Komandan Teritorial Sumatera Barat Dahlan Ibrahim, Ketua MPRD Khatib Sulaiman, Mayor Thalib, Arisun Sutan Alamsyah dan sejumlah tokoh lain, berkumpul dulu di Koto Kociak.
Dari sanalah mereka berangkat ke Situjuah, dengan melalui kawasan Batu Hampa yang merupakan kampung asal ayah Proklamator RI Bung Hatta. Setiba di Situjuah tanggal 14 Januari 1949, mereka langsung menggelar rapat di surau Mayor Makinudin HS yang merupakan ayah kandung Haji Khairuddin. Rapat tersebut berlangsung sampai sampai jauh malam. Karena terlalu lelah, selepas rapat, Arisun Sutan Alamsyah langsung istirahat. Namun takdir berkata lain, ketika ayam jantan mulai berkokok dan halimun pagi baru nampak di ufuk timur, tiba-tiba desingan peluru penjajah mulai menyalak. Lurah Kincia dikepung dari berbagai penjuru mata angin. Para pejuang, ada yang mencoba untuk melawan. Tapi kekuatan tidak seimbang. Bayonet di tangan, tentulah tak bisa menandingi peluru yang muncrat dari moncong senapan. Akibatnya, para pejuang gugur satu-persatu. Arisun Sutan Alamsyah, termasuk satu dari banyak syuhada itu. (***)

Sumber : Padang Ekspress


Actions

Information

One response

15 10 2015
Krisdianto bin surya pututan malaka alamsyah bin rajab sutan alamsyah

Assalaamu’alaikum wr wb… Saya minta tlg dicarikan silsilah keluarganya, karena kakek saya memiliki nama belakang yang sama.. Dan kakek saya berasal jua dari padang, namun kami yang anak cucunya dirahasiakan oleh beliau nasab keluarga besar sutan alamsyah tersebut, barangkali masih ada tali saudara. Terima kasih perhatianny, sy mohon dgan sangat untuk menanggapi ke 085268779866

Leave a comment