M Alwi Dahlan

22 01 2008

Doktor Ilmu Komunikasi Pertama

alwi_dahlan.jpgalwi_dahlan.jpgAlwi alwi_dahlan.jpgalwi_dahlan.jpgDahlan tercatat sebagai doktor ilmu komunikasi pertama Indonesia lulusan

Amerika Serikat tahun 1967, tepatnya dari Illionis University, Urbana dengan tesis “Anonymous Disclosure of Government Information as a Form of Political Communication”. Pergi sekolah ke negeri Paman Sam tahun 1958 saat sedang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) berdasarkan beasiswa foreign sudent leadership project di Minnesota, Alwi Dahlan sebelumnya berhasil meraih gelar B.A dari American University, Washington DC tahun 1961. Gelar B.A. ini menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu setara dengan S-1. Di Washington, untuk membiayai kuliah pria kelahiran Padang, Sumatera Barat 15 Mei 1933 ini bekerja sebagai penjaga malam di Kedutaan Besar RI. Sebelum meraih gelar doktor, keponakan sutradara film terkemuka Usmar Ismail ini melanjutkan pendidikan ke Stanford University, di California untuk meraih gelar Master of Arts (M.A.) bidang ilmu komunikasi massa tahun 1962.

Read the rest of this entry »





Etty Sunarti Nuay

22 01 2008

etty-nuayEtty Sunarti Nuay Berkaca pada Minyak
Siapa bilang berada jauh di belantara hutan atau di tengah lautan, bisa membuat seseorang jauh dari Yang Mahakuasa? Justru sebaliknya, kebesaran Allah SWT semakin tampak dan Sang Khalik terasa makin dekat. Itulah yang dirasakan wanita geolog pertama Indonesia, Ir Etty Sunarti Nuay.
Begitu dinyatakan lulus sebagai sarjana dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 10 Juni 1973, sesuai bidang ilmunya, ia terjun ke dunia perminyakan. Selama lebih dari 25 tahun ia bekerja di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat, Hufco dan Vico.
”Saya tertarik kepada alam. Dengan kita berkecimpung di alam lebih banyak, kita bisa dekat sama Allah. Kita semakin menyadari manusia sangat kecil kalau dibanding alam yang mahabesar,” ujarnya.
Dari kecil, pertanyaan tentang alam menjadi pertanyaan yang tak berujung bagi Etty. Bagaimana alam bisa sebesar ini? Siapa yang menciptakan? Alam terbentang ini mau diapakan dan kenapa sampai terjadi begini? Itulah pertanyaan yang selalu berlalu tanpa jawaban. ”Dari seringnya mengamati, saya menyenangi alam. Semakin lama semakin keterusan,” ujarnya kepada Republika, Selasa (3/5).
Kecintaan istri Nuay Sutan Maradjo ini terhadap alam makin mengental saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Ia mengaku, pada masa itu, ia sering mendaki gunung, turun ke ngarai, dan menyusuri sungai-sungai. ”Begitu tahu ada jurusan geologi di fakultas Teknik Geologi ITB, saya langsung mendaftar ke sana,” tambahnya.
Read the rest of this entry »





Mufidah Jusuf Kalla

22 01 2008

Penopang Karir Suami


mufidah-jk.jpg
Wanita bersuara lembut yang berusaha menjaga sikap untuk selalu tampil setenang mungkin, Mufidah Miad Saad, ini seorang ibu yang setia menopang karir suami, Wakil Presiden Jusuf Kalla. Keberhasilan JK dalam dunia usaha dan dunia politik tak terlepas dari dukungan wanita Minangkabau kelahiran Sibolga 12 Februari 1943, ini.

Bak kata pepatah asam di gunung ikan di laut bertemu dalam kuali, itulah yang terjadi pada pasangan Muhammad Jusuf Kalla dan Mufidah. Sebagai khasnya orang Minang yang berjiwa perantau, begitulah jua keluarga Mufidah (ayah H Buya Mi’ad dan ibu Sitti Baheram serta sebelas orang anak saudara sekandung. Dari Sumatera Barat merantau ke Sibolga, umatera Utara hingga ke Sulawesi Selatan.

Read the rest of this entry »





Delsy Syamsumar

22 01 2008

Delsy Syamsumar (1935 – 2001)

delsy1Delsy Syamsumar seorang pelukis “Neoklasik” Indonesia berasal dari Sungai Puar. Pelukis kelahiran 7 Mei 1935 ini telah menampakkan bakat melukisnya sejak usia 5 tahun. Diwaktu revolusi keluarganya memilih tinggal di Bukittinggi dimana Delsy melalui sekolah dasar dan menengah umum bahkan pendidikan agama Islam, ia selalu menonjol dalam pelajaran seni lukis dan menjadi juara pertama setiap sayembara di sekolah sekolah di Sumatera Barat. Dalam usia 17 tahun Delsy telah mampu melukis komik berdasarkan sejarah dan karangan sendiri serta dikirimkan per pos ke majalah ibukota.

Komik “Mawar Putih” tentang “Bajak Laut Aceh” dimuat di majalah “Aneka” membuat ia terkenal diseluruh Indoensia dalam usia muda. Kalau perantau-perantau Minang umumnya mengadu nasib sebagai pedagang, maka Delsy di panggil ke Jakarta oleh penerbit dengan fasilitas cukup. Barulah ibunya mau melepas Delsy dan menginginkan Delsy jadi “terkenal(ahli gambar)” seperti Raden Saleh dan Basuki Abdullah. (Karena Delsy sejak di SD sudah dibelikan cat minyak oleh ayahnya yang pengukir Rumah Gadang) Meskipun Delsy terkenal sebagai pelukis komik, sejarah illustrator, Pers dan Penata visual dari sekian banyak Film nasional, ia tidak meninggalkan kanvas dan cat minyak. Ilustrasinya banyak mendapat sambutan literature-literatur seni di Australia dan Perancis sebagai pembuat kartun pers dan cover cover novel Indonesia dan di perfilman sebagai Art Director senior, memenangkan penghargaan Festival Nasional dan Asia. Disanggarnya selain mendidik pelukis pelukis muda berbakat juga membimbing mereka menjadi tenaga perfilman handal (peraih Piala Film dan Sinetron). Pameran tunggal delsy di tahun 1985 di Balai Budaya dianggap kejutan nasional karena gaya cat minyaknya selaras membawakan ilustrasinya yang telah terlebih dahulu dikenal, ekspresif dan ekstensial dan selalu di ingat orang (pengamat Seni Rupa Agus Darmawan T. dalam “Suara Pembaharuan”) Khas lukisan Delsy banyak dianggap terletak pada kemahirannya melukiskan wanita. Namun sebenarnya kemampuan melukiskan ekpresi dan gerak tokoh-tokohnya yang komunikatif dengan pemandangan karyanya. Namun dalam melukiskan wanita, pengamat karyanya itu mengambil kesimpulan bahwa anatomi wanita-wanita dalam kanvas Delsy bagai menemukan “medan yang tepat dan kuat” menangkap daya hidup. Sudut pandang lukisan Delsy terkadan filmis, karena ia juga orang film. Komposisisnya terletak enak seperti sudut kamera. Pameran tunggal Delsy pernah di Hotel Indonesia, gedung Kesenian. Ia juga pernah surprise dengan lukisan termahal di TIM. Pada pameran-pameran bersama di Balai Budaya pada pra reformasi, lukisan-lukisan Delsy selalu rekor dalam diminati para kolektor. 1992 pernah pameran bersama dengan Basuki Abdullah.Dunia film telah membenamkan delsy cukup lama dalam kreatifitasnya dan puncaknya menjadi Art director di beberapa film legenda Indonesia, antara lain “Saur Sepuh”. Terlalu lama mendalami dunia film yang bertema legenda sejarah mendorong kreativitas Delsy didalam melukis banyak bertemakan legenda dan sejarah, termasuk didalamnya merekam perjuangan bangsa Indonesia disekitar tahun 1945. Karya beliau antara lain: Sentot Alibasya Prawiradirdja (cergam), Gadjah Mada (Cergam), Christina Maria Tiahahu (cergam) dan beberapa lukisan yang menggambarkan Heroisme Cut Mutia, Kereta Api terakhir Yogyakarta, Sepasang mata bola, Dapur Umum dan karya terakhirnya ditahun 2000 diakui kolosal “Gelar Perang Sentot Alibasya Prawiradirdja.

Read the rest of this entry »